-->

HIMASEI UNHAS

Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Perikanan adalah salah satu lembaga kemahasiswaan yang berada dalam lingkup Himpunan Mahasiswa Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Keluatdan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Himasei Unhas berdiri pada tanggal 23 April 2000.

About Us

Halo

Profil LembagaHimasei UNHAS

Organisasi Komunitas

Keluarga Mahasiswa Profesi Agrobisnis Perikanan Keluarga Mahasiswa Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikananan Universitas Hasanuddin (KMP ABP KEMAPI FIKP UNHAS) atau HIMASEI UNHAS merupakan salah satu wadah bagi mahasiswa Agrobisnis Perikanan Universitas Hasanuddin dalam meningkatkan serta pengembangan potensi dan skill yang dimilikinya.

Adapun tujuan dari Lembaga ini yakni Terbinanya insan akademis yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri dan berorientasi kepada wawasan almamater dalam hal ini Profesi Agrobisnis Perikanan serta bertanggung jawab atas dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara.

What I do?

Graphic

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

Photography

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

Development

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

Responsive

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

Wordpress

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

Javascript

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

My Experience

Apple Inc.

2015-Today

Art & Creative director

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.

Facebook Inc.

2012-2015

Web designer & developer

Lorem ipsum dolor sit amet, sit augue theophrastus ex. Nec ne dicam impedit perpetua, legimus fierent molestiae ei nec. Eum ei adhuc meliore pericula.At agam omittam accumsan mel.

IBM Inc.

2011-2012

Mid-level designer

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.

My Latest Projects

Pengkajian UU Cipta Kerja

UU CIPTA KERJA UNTUK SIAPA?

Kamis, 30 Maret 2023 | 22:00 WITA

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (kiri) menyerahkan pandangan pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani saat rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023). DPR menyetujui Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja untuk disahkan menjadi undang-undang. (Sumber: Kompas/HENDRA A SETYAWAN)


Penulis : Rahmatullah | Editor : Aldiansyah

UU CIPTA KERJA yang saat ini sedang menjadi perbincangan hangat di setiap kalangan masyarakat, hal tersebut dikarenakan banyaknya kontroversi dan ke tidak jelasan di dalam penetapannya. UU CIPTA KERJA yang terkesan disahkan dengan terburu-buru menimbulkan pertanyaan mengenai muatan-muatan serta pasal-pasal yang terdapat didalamnya .Nasib masyarakat menengah ke bawah di Indonesia sedang dipertaruhkan apabila UU CIPTA KERJA tidak segera di amandemen. Oleh sebab itu pengkajian pasal-pasal di dalam UU CIPTA KERJA sangat penting sebagai acuan bertindak dari setiap kalangan masyarakat. 

Berikut adalah beberapa kontroversi dan pasal bermasalah serta beberapa perubahan UU CIPTA KERJA tahun 2003 dan UU CIPTA KERJA tahun 2023 :

  1. Pembahasan serta pengesahan oleh DPR hanya 2 bulan, dalam sebuah pembahasan PERPU ke UU yang terbilang sangat singkat dan terkesan buru-buru. 
  2. Status kegentingan yang menjadi alibi serta landasan pembahasan PERPU CIPTA KERJA yang dilakukan dengan terburu-buru 
  3. Pembatasan outsourcing yang dinilai mengambang dan berdalih akan diatur dalam PP(peraturan pemerintah) selanjutnya(pasal 64). 
  4. Adapun kontrak buruh yang semula dibatasi 3 tahun menjadi 5 tahun dan bisa terus diperpanjang(pasal 59). 
  5. Hilangnya upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK) (pasal 88). 
  6. Penentuan upah minimum dalam perpu cipta kerja berdasarkan yakni pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi, plus koefisien nilai tertentu. Dan akan di atur lagi dalam PP namun PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan belum dibatalkan(pasal 88c). 
  7. Penghapusan peraturan mengenai TKA (Tenaga Kerja Asing).
Selain dari beberapa masalah diatas mengenai UU CIPTA KERJA terdapat ruang yang sangat besar bagi para investor asing untuk melakukan penanam modal di Indonesia. Dibukanya gerbang untuk investor asing masuk ke Indonesia dapat memberikan dampak positif serta negatif pada Indonesia, apabila pengawasan pada investor asing tidak berjalan dengan akan terjadi eksploitasi sumber daya dan alam di Indonesia. Dalam sejarah investor asing/perusahaan asing yang masuk ke Indonesia para investor mengais sumber daya alam di Indonesia seperti pada PT freeport.

Lantas UU CIPTA KERJA dibuat untuk siapa? dan UU CIPTA KERJA dibuat untuk melindungi siapa? Banyak pertanyaan yang menjadi tanda tanya besar, dikarenakan kontroversi serta masalahmasalah yang akan timbul akibat UU CIPTA KERJA. Undang-undang yang seharusnya dibuat untuk menjaga dan melindungi rakyat Indonesia, malah mengancam dan menginjak kelangsungan hidup rakyat Indonesia.

Kesimpulan

UU CIPTA KERJA dalam penetapannya yang terburu-buru membuahkan hasil yaitu kontroversi dan pasal-pasal bermasalah, kesejahteraan dan keamanan buruh dan rakyat menjadi tanda tanya besar. Ketujuh masalah tersebut akan menjadi representasi UU CIPTA KERJA yang gagal melindungi kesejahteraan para buruh.

Referensi

https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/176882/Perpu_Nomor_2_Tahun_2022.pdf



“Resesi dan Adaptasi Perikanan”

 “Resesi dan Adaptasi Perikanan”
Penulis : Muh Ardiansyah

Editor : Muh. Azward Lukman


SEKTOR perikanan saat ini tengah menghadapi  situasi sulit. Di tengah isu perubahan iklim, disrupsi kebijakan, kini menghampiri pula soal resesi global yang menuntut perikanan harus lebih agile dan adaptive.

Isu iklim, yang tidak hanya menimbulkan kenaikan paras muka air laut, juga berpengaruh pada adaptasi perikanan. Kenaikan paras air laut dan gelombang pasang kemudian menjadi fenomena yang patut diwaspadai nelayan. Musim yang tidak lagi teratur mendorong risiko dan kewaspadaan usaha penangkapan. 

Seiring dengan itu, soal perubahan biodiversity dan adaptasi sumber daya ikan juga perlu segera didalami. Sebuah riset di perairan teluk di Texas pada 2021 menunjukkan tren peningkatan diversity ikan karena perubahan habitat yang diakibatkan peningkatan paras muka laut dan temperatur. Kemudian, fenomena menurunnya ikan lemuru Selat Bali selama 10 tahun terakhir bisa diduga sangat terkait dengan perubahan iklim. Selat Bali, Lombok, Pantar sebagai daerah Arlindo sangat mungkin terdampak lebih kuat karena perubahan suhu. 

Kemudian, kebijakan perikanan saat ini juga memperlihatkan tingkat disrupsi yang begitu kuat. Pergantian menteri melahirkan kebijakan yang berbeda dan sangat terasa dampak pada level nelayan. Padahal kalau bijak, Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa berpijak pada roadmap pembangunan perikanan dan kelautan yang disiapkan KEIN 2017 sehingga siapa pun menterinya, target dan kontribusi dari kelautan dan perikanan sebesar 10 bisa dicapai. Namun, disrupsi sejak era 2015 telah melahirkan ketidakpastian yang besar hingga saat ini. Kita lihat kebijakan masih berkutat pada formulasi PNBP yang dimandatkan PP 85/ 2021 tentang jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak. Jika kita mau fair, formulasi PNBP dapat dirancang secara bertahap sembari menumbuhkan minat usaha dan bisnis perikanan lebih luas. 

Di tengah hadangan kedua soal besar di atas, kini perikanan dan kelautan kembali dihadapkan pada situasi yang tidak mudah, yaitu resesi yang mulai terjadi secara global. Dampak resesi pada negara yang memiliki keterkaitan erat juga mulai dirasakan. Kenaikan harga minyak telah meningkatkan biaya operasional nelayan. Sementara harga ikan di pasar lokal dan global belum meningkat. Bahkan, pasar ekspor seperti Jepang yang diberitakan nelayan dari Bali sudah kurang kompetitif karena nilai tukar yen juga terdampak resesi. 

Pesan dari resesi global ialah potensi harga ikan tuna ekspor Indonesia juga melemah dan kurang berdaya saing dalam meningkatkan pendapatan nasional. Efek domino dari resesi yang tecermin pada harga BBM dan harga ikan akan memangkas jumlah hari melaut dan jumlah kapal yang beroperasi. Menurut nelayan tuna Bali, dalam situasi seperti ini hanya 25 kapal yang bisa dioperasikan karena potensial merugi dan tidak mampu menutupi biaya operasi. 
Agar menjadi sektor unggulan, tentu kita tidak selalu berharap keajaiban agar perikanan tetap tumbuh positif seperti era resesi 1998 dan saat puncak pandemi covid-19. Seharusnya kita mengambil momentum dengan menyiapkan skema terbaik agar perikanan dan kelautan tumbuh secara sistemik dan masif.  
 Adaptasi 
Dalam menghadapi situasi tersebut, serta adaptasi terhadap resesi yang sedang melanda, 3 langkah adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim, disrupsi kebijakan, dan resesi ialah, pertama, mereformulasi kebijakan yang kondusif dan afirmatif bagi usaha penangkapan. Kedua, melakukan percepatan upaya budi daya (budi daya dan mariculture) dan afirmasi kebijakan. Ketiga, memperkuat riset adaptasi. 

Formulai kebijakan yang diyakini saat ini sangat pro terhadap nelayan belum mampu mengangkat usaha penangkapan. Agar implementasi PP 85/2021 tidak menimbulkan distorsi besar, maka penerapan secara bertahap menjadi kunci, sejalan dengan peningkatan investasi. Ketika usaha penangkapan masih sepi peminat, maka kebijakan yang didorong ialah yang mudah dilaksanakan dengan tetap mengawal agar tidak terjadi kebocoran ekonomi keluar dari bangsa ini. 

Kebijakan afirmatif yang diperlukan saat ini, di antaranya harga BBM yang layak untuk usaha dan pungutan pascaoperasi penangkapan. Kalau mengikuti harga pasar, harga BBM yang layak secara ekonomi untuk penangkapan terkesan seperti subsidi. Namun, demi melindungi kepentingan perikanan dan usaha dalam negeri, semestinya ada mekanisme terkait BBM yang terjangkau dan dapat mendukung usaha perikanan berjalan dengan baik. Adapun penerapan prabayar sementara waktu bisa disubstitusi dengan pascabayar, sampai sistem usaha mencapai situasi kondusif, tapi dengan tetap melakukan pengawasan dalam berusaha. 
Keberhasilan bertahan dari resesi seperti sebelumnya, selain karena faktor produksi budi daya yang tetap berjalan, nilai tukar dolar masih tetap tinggi, dan Indonesia tetap menjadi negara yang memetik manfaat besarnya. Namun, dengan hadirnya Ekuador sebagai salah satu negara produsen udang terbesar untuk pasar Amerika dan Vietnam dalam pengusahaan lobster bagi pasar Asia, maka stabilitas dan kondusivitas usaha budi daya di Tanah Air harus diprioritaskan. Karena pasar Amerika yang selama ini berkontribusi dolar dan Tiongkok serta Jepang, maka potensi untuk tetap mendapatkan dolar menjadi menipis di era resesi saat ini. 

Maka, afirmasi terhadap usaha budi daya yang harus disiapkan ialah mempertahankan harga pakan pada harga ekonomi agar budi daya tetap tumbuh. Karena resesi yang mendorong dolar naik turut menggerek harga pakan, dan kemudian mematikan usaha budi daya. Afirmasi kedua untuk budi daya ialah menyiapkan skema usaha budi daya yang mampu mendorong sistem berusaha di dalam negeri. Skema itu dengan menumbuhkan usaha tiap daerah dan mengurangi sekat kebijakan antarwilayah dalam negeri. Sejalan dengan itu, pengawasan tetap diperkuat agar tidak terjadi kebocoran seperti ekspor BBL ilegal yang sering terjadi. 

Langkah ketiga, yang sangat kurang diperhatikan, ialah langkah adaptasi yang sistemik berbasis data. Keberhasilan beradaptasi ke depan harus didukung riset dan data yang valid sehingga skenario adaptasi berjalan baik. Baik riset terhadap perubahan biodiversitas, pola adaptasi perairan, dan volatilitas risiko seperti resesi global dan tumbuhnya negara budi daya yang sangat dekat dengan sumber dolar saat ini. 

Ketika krisis global terus berlanjut, kita seharusnya sudah memiliki rencana untuk keluar dan beradaptasi. Hengkangnya pusat riset perikanan dan kelautan ke BRIN seharusnya jadi perhatian serius KKP dalam mengantisipasi risiko resesi ini, dengan memperkuat kolaborasi bersama perguruan tinggi. 
Kita tidak bisa berharap keajaiban untuk keluar dari situasi sulit saat ini. Perlu ada langkah keberpihakan yang dilandasi dengan sains base policy yang baik. Langkah lanjutnya, tentu memperkuat komunikasi dan sinergi antarlembaga. Sinergi ini akan menjadi kekuatan untuk bangkit dan tumbuh, serta keluar dari ancaman resesi dengan selamat.   
  
Tiser :   
Kita tidak bisa berharap keajaiban untuk keluar dari situasi sulit saat ini. Perlu ada langkah keberpihakan yang dilandasi dengan sains base policy yang baik. Langkah lanjutnya, tentu memperkuat komunikasi dan sinergi antarlembaga. Sinergi ini akan menjadi kekuatan untuk bangkit dan tumbuh, serta keluar dari ancaman resesi dengan selamat.

Sumber: https://mediaindonesia.com/opini/513196/resesi-dan-adaptasi-perikanan

Kesetaraan Gender dalam kerja sosial : Rekonstruksi wacana Keperempuanan untuk membaca realitas

 Kesetaraan Gender dalam kerja sosial : Rekonstruksi wacana Keperempuanan untuk membaca realitas!


A. Lata belakang

Diskriminasi berdasarkan gender sampai saat ini masih terjadi pada seluruh aspek  kehidupan di seluruh dunia. Bentuk dan tingkat  diskriminasi juga sangat bervariasi, tak jarang di suatu wilayah atau negara dimana perempuan belum menikmati kesetaraan dalam hak-hak hukum, sosial dan ekonomi. Kesenjangan gender dalam kesempatan dan kendali atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik terjadi di mana-mana. Pihak perempuan dan anak perempuan menanggung beban paling berat akibat  ketidaksetaraan yang terjadi, namun pada dasarnya ketidaksetaraan itu merugikan semua orang. Oleh sebab itu, kesetaraan gender merupakan persoalan dalam lingkunagan masyarakat. Menurut data dari catatan Komnas Perempuan pada tahun 2020 menyatakan bahwa jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol adalah diranah pribadi atau privat, yaitu KDRT dan Relasi Personal, yaitu sebanyak 79% (6.480 kasus). Diantaranya terdapat kekerasan terhadap istri (KTI) menempati peringkat pertama 3.221 kasus (49%), disusul kekerasan dalam pacaran 1.309 kasus (20%) yang menempati posisi kedua, posisi ketiga adalah kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 954 kasus (14%), sisanya adalah kekerasan oleh mantan suami, mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Kekerasan di ranah pribadi ini mengalami pola yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. (KOMNAS Perempuan, 2021)

Kendati kesejangan gender yang kian meningkat tersebut memunculkan paradigma hukum berbasis keadilan gender sebagai solusi perlidungan dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban. Negara yang mempunyai kewenangan dipandang perlu menciptakan hukum yang bersifat represif untuk memaksakan kepatuhan. Perlindungan hukum berbasis gender di pandang sebagai solusi untuk memberikan perlindungan penindasan yang terjadi. Sama halnya  dengan UU TPKS yang baru saja disahkan pada 12 april 2022. Namun legitimasi berupa perlindungan hukum dari suatu negara hanyalah sebuah langkah awal. (Nurhadi, 2022)

Sebagai bagian integral berdasarkan fungsi keseharian masyarakat kapitalis, persoalan kekerasan berbasis gender merupakan dilema struktural yang mengakar kuat. Sistem kapitalisme membangun pemisahan antara aspek regenerasi tenaga kerja dan akumulasi kapital. Hal ini mengakibatkan perempuan ditempatkan menjadi penanggungjawab utama proses reproduksi sosial, sambil mensubordinasi perannya dalam lapangan produksi. Dalam proses ini, gambaran-gambaran negatif pada wanita dikonstruksi, salah satunya melalui pembentukan kebiasaan seksualitas yg menguntungkan struktur masyarakyat. Oleh karena itu, menempatkannya pada konteks hubungan sosial terhadap corak produksi yang ada melalui investigasi proses sejarah yang melahirkan corak produksi tersebut adalah cara yang tepat untuk menganalisis akar permasalahan. ini menyebabkan tuntutan yang menitikberatkan semata-mata dalam pengaturan hukum dan capaian hak sah tidak akan bisa menaruh keadilan yg sesungguhnya karena bahkan kesempatan untuk mengakses keadilan melalui hukum pun tersedia secara tidak proporsional bagi setiap perempuan berdasarkan basis ras, gender, kelas, dan lain-lain. Oleh karena itu, menjadikan hukum sebagai solusi utama dan final adalah keliru.

B. Pembahasan

Kategori kekerasan seksual telah mengalami banyak perubahan. Definisi kekerasan seksual terus berkembang sepanjang sejarah. Perkembangan definisi kekerasan seksual dalam hukum memberi banyak peluang korban untuk menikmati hak-haknya. Dan perlu diingat bahawa perlindungan hukum juga merupakan salah satu capaian dari pergerakan perempuan. Berbagai gerakan Feminisme lahir yang dimulai pada abad 16 M untuk mendapatkan kesetaraan dan persaamaan derajat dan bahwa terjadi penderitaan yang diakibatkan oleh dominasi dan eksploitasi yang tidak adil dari sistem termasuk yang dialami laki-laki (Kaum Proletar). Banyak wilayah yang mampu mencapai reformasi hukum, namun kasus kekerasan seksual masih mengkhawatirkan (Wahid, 2013)

Kenyataannya bukan pada lemah atau tidak adanya hukum yang dapat mengatur tentang kesetaraan gender. Kekerasan seksual hanyalah sebagian kecil isu dari sistem yang lebih kompleks. Ada tiga landasan utama yang membuatnya tetap eksis sampai sekarang. Pertama, pembagian kerja produktif dan kerja reproduktif  berbasis gender melanggengkan ketimpangan. Kerja reproduktif mendukung dan memberikan layanan kepada pekerja untuk tetep melakukan kerja produktif saat ini maupun masa depan seperti merawat anak, menyiapkan makanan, merawat orang sakit, membersihkan, mencuci, mengatur keuangan keluarga. Faktanya kerja reproduktif merupakan basis dari kerja produktif yang walaupu tidak dibayar. Perempuan dewasa, ibu dan anak bertanggung jawab atas pekerjaan ini. Gagasan bahwa perempuan memiliki kapasitas atau kecenderungan alami untuk melakukan pekerjaan merawat, sementara laki-laki dengan gagah berani memenuhi tanggungan mereka yang rentan. Ini, bersama dengan banyak cara lain di mana persfektif gender dipaksakan dan diperkuat, secara kuat membentuk sikap, aspirasi, citra diri dan perilaku orang yang hidup dalam masyarakat kapitalis. Kombinasi dari pengalaman hidup dan beberapa bentuk pengaturan keluarga, dan penguatan yang konsisten secara material dan ideologis disetiap bidang kehidupan, membentuk latar belakang dimana setiap orang  membetuk sikap tantang perang, karakteristik dan kemampuan pria dan wanita. Akibatnya, hampir tidak mengherankan sikap yang berlaku cenderung mencerminkan kenyataan ini dan dengan demikian umumnya eksis (O'Shea, 2015)

Kedua, sistem kapitalis menciptakan alienasi dan menormalkan dominasi dan hierarki. Dalam sistem yang didominasi oleh pasar dan keuntungan, keterasingan menimbulkan teka-teki ketidakmampuan dan kepasrahan terhadap fragmentasi diri dari produksi, serta  hierarki yang diterima sebagai bawaannya. Ini membangun persepsi publik untuk membenarkan sistem yang memungkinkan seseorang dengan "hak" untuk memperlakukan orang dari peringkat yang lebih rendah sebagai objek. Dengan demikian, hierarki dan dominasi dipandang sebagai  interaksi alami manusia dalam hubungan kekuasaan yang dibentuk oleh sistem. Orang-orang yang rentan (termasuk perempuan) telah mengurangi hak dan pilihan yang digunakan sebagai target dominasi dan sebagai tempat berkembangnya keterasingan. Upaya menguasai orang-orang yang berada di bawah kendalinya dipandang sebagai bentuk pemeliharaan norma dan ketertiban guna menciptakan keteraturan.

Ketiga, dalam sistem produksi berbasis profit, wacana perempuan,  citra diri, seksualitas dan pornografi tidak lagi dapat dipisahkan dari sistem. Menjadikannya sebagai sebuah komoditi yang dapat dijual. Tubuh sendiri telah menjadi komoditi dan metakomoditi yang digunakan kapitalisme untuk menjual komoditi lainya dengan potensi tubuh perempuan secara fisik. Lebih jauh lagi, harus daikui bahwa orientasi ekonomi kini kian bergeser atau bahkan telah berada ditengah pusaran libido. Hal ini merupakan konstruksi dimensi ekonomi, politik, hasrat dimana potensi libido menjadi ajang eksploitasi ekonomi melalui serangkian proses, bagaimana libido itu disalurkan, dibuat bergairah, atau dijinakkan dan dikendalikan berbagai bentuk hubungan sosial yang menyertai produksi komoditi. Ekonomi politik menjelaskan dimana tubuh dan  citra tubuh perempuan menjadi sasaran strategi politik eksplorasi hasrat perempuan , didalam relasi psikis yang dibentuk kapitalisme (Mohammad, 2015).

C. Kesimpulan

Hal yang perlu dipahami dari maraknya kasus kekerasan seksual adalah bahwa kejahatan ini bukan merupakan persoalan yang diakibatkan oleh gangguan atas ketertiban pada umumnya atau ketiadaan hukum yang memadai untuk memberikan efek jera kepada tersangka atau untuk melindungi korban. Kekerasan seksual adalah persoalan sistematik yang tertancap kuat di dalam tatanan sosial yang dikondisikan oleh bagaimana sistem bekerja, sistem yang selalu menempatkan kita kedalam kelas-kelas sosial tertentu, dengan demikian perlu dipahami sebagai bagian dari keseluruhan totalitas organik secara lebih kompleks.

Penyelesaian kasus kekerasan seksual perlu ada wacana dan gerakan massa yang progresif untuk menuntut perubahan sistem masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut hanya dapat direalisasikan dengan melakukan analisis struktural yang konkrit terhadap setiap permasalahan pada realitas. Karena mustahil melakukan langkah yang solutif ketika kita tidak selesai pembacaan realitas secara komprehensif. Pada prinsipnya penting untuk memutus diri dari sistem yang didasari oleh motif akumulasi kapital lalu kemudian disirkulasi terus-menerus (dalam wujud pertumbuhan ekonomi tanpa akhir). Pemutusan ini merupakan langkah yang perlu guna terciptanya tatanan sosial baru. Di titik inilah, cita-cita kesetaraan gender harus berpaut dengan cita-cita sosialisme dalam menentang kapitalisme! Hal ini bukan lagi utopis. Sebab, setiap makhluk hidup pada hakikatnya ingin setara dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban dan, saat ini, dunia bergantung pada kelas pekerja yang secara material bekerja menghasilkan barang-barang kebutuhan hidup.



DAFTAR PUSTAKA


KOMNAS Perempuan. (2021). Perempuan Dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual,Kekerasan Siber, Perkawinan Anak,Dan Keterbatasan Penanganandi Tengah Covid-19. Jakarta pusat: Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Dipetik mei 11, 2022, dari https://komnasperempuan.go.id/catatan-tahunan-detail/catahu-2021-perempuan-dalam-himpitan-pandemi-lonjakan-kekerasan-seksual-kekerasan-siber-perkawinan-anak-dan-keterbatasan-penanganan-di-tengah-covid-19

Mohammad, N. (2015). Perempuan : Tubuh,citr diri, seksualitasdan pornografi dalam genggaman ekonomi politik kapitalisme.

Nurhadi (2022). Kilas Balik 10 Tahun Perjalanan UU TPKS.

O'Shea, L. (2015). Marxisme dan pembebasan perempuan.

Wahid, A. (2013). Gerakan Feminisme; Sejarah, Perkembangan serta Corak Pemikirannya.



















AYO JADI PENGUSAHA

Wirausaha adalah orang yang melakukan aktivitas usaha, mereka pandai mengenali produk baru yang bermanfaat bagi masyarakat, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi (tindakan) untuk pengadaan produk baru, memasarkan, dan mengatur permodalan operasinya. Menjadi wirausaha bukan hal yang mudah, diperlukan komitmen untuk menjalankannya. Berikut adalah tips yang bisa membantu menjadi wirausahas sukses.

1.      Tekun dan Berkomitmen

Tekun dan konsisten terdengar simple tapi sulit untuk dilakukan. Kerja keras dan berkomitmen
terhadap apa yang telah dimulai sangat diperlukan sehingga tantangan bukan lagi menjadi alas an untuk menyerah dalam menjalankan usaha.

2.      Berani Mengambil Resiko dan Menantang Diri Sendiri

Seorang pengusaha harus siap menghadapi tantangan dan harus berani dalam mengambil resiko serta siap menanggung kegagalan. Kegagalan adalah suatu hal yang biasa, tapi bukan berarti segala sesuatu tidak direncanakan dengan matang. Apa yang ingin dilakukan tetap harus dengan perencanaan dengan segala pertimbangan kerugian maupun keuntungan yang kemungkinan dihadapi.

3.      Percaya Diri

Rasa percaya diri yang tinggi penting untuk dimiliki seorang wirausaha. Sehingga usaha apapun yang direncanakan dan akan dijalankan tidak setengah-setengah, tetapi yakin bahwa usaha tersebut akan berhasil. Percaya akan kemampuan diri Anda akan menghilangkan rasa ketidakpastiaan yang seringkali menjadi ketakutan penguasaha diawal memulai berwirausaha.

4.      Kurangi Rasa Takut

Seorang wirausaha harus bisa berpikir cepat dan tepat terlebih ketika mengambil suatu keputusan. Rasa takut harus dihindari karena ketakutan hanya akan membuat seorang wirausaha sulit dalam mengambil keputusan.

5.      Kreatif

Kreatifitas sangat diperlukan dalam mengembangkan ataupun menciptkan suatu produk yang sesuai dengan kemauan pasar.

6.      PandaiMelihat Peluang

Seorang wirausaha harus pandai melihat peluang maupun meciptakan peluang pasar dikarenakan keberhasilan pengusaha ditentukan juga dengan kemampuannya tersebut.

7.      Pengusaha Memerlukan Rekan

Bisnis tidak dapat berjalan sendiri, dibutuhkan rekan agtau teman dalam menjalankan bisnis,

8.      Jujur

Jujur adalah modal penting karena wirausaha berhubungan dengan orang banyak. Kejujuran akan membawa pada kepercayaan konsumen kepada kita.

ESSAY DIKSI "EKONOMI DAN LINGKUNGAN BERJALAN BERIRINGAN?"

  

    EKONOMI DAN LINGKUNGAN BERJALAN BERIRINGAN?



         Hubungan manusia dan lingkungan bagaikan kehidupan ikan dalam air, sejak lahir, tumbuh berkembang dan dewasa, manusia senantiasa berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan alam, lingkungan manusia, maupun lingkungan sosial budaya. Untuk bertahan hidup manusia harus memanfaatkan alam baik itu kebutuhan pangan maupun kebutuhan lainnya demi menunjang kelansungan hidupnya. Saat ini telah banyak terjadi kerusakan lingkungan yang salah satu penyebabnya yaitu aktivitas produksi manusia yang berlebihan untuk memperoleh kebutuhannya. Pertanyaannya apakah jika manusia memanfaatkan alam seperlunya dapat mengurangi kerusakan lingkungan? 
         Banyak ahli ekologi dan ilmuwan lingkungan yang beranggapan bahwa overpopulation (ledakan penduduk yang terlalu besar) dan eksploitasi sumber daya alam adalah faktor utama yang menyebabkan parahnya kerusakan alam dan lingkungan. Selain itu, peningkatan aktivitas industri yang tidak terkendali juga memperparah kerusakan lingkungan, menghasilkan fenomena seperti pemanasan global, deforestasi, erosi, perubahan iklim, dan permasalahan lingkungan lainnya. Tidak dapat dipungkiri, hal-hal tersebut memang memiliki dampak langsung terhadap kerusakan lingkungan. Namun, kerusakan lingkungan juga disebabkan oleh kapitalisme. Bagaimana bisa? 
         Untuk dapat memahami hubungan antara kapitalisme dan kerusakan lingkungan, kita harus melihatnya dari sudut pandang bisnis dan industri, karena di sinilah berbagai macam kepentingan dipertemukan. 
             Dalam sistem ekonomi kapitalis, untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya manusia harus meningkatkan jumlah produksinya. Jadi mau tidak mau manusia harus memanfaatkan sumber daya alam sebanyak mungkin untuk mendapatkan penghasilan dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kapitalisme membutuhkan “pertumbuhan” sebagai katalisnya. Banyak pihak yang berkepentingan dalam mendorong terjadinya pertumbuhan. Dalam hal ini, pemerintah sangat berkepentingan untuk mendorong terjadinya pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi akan menghasilkan peningkatan pemasukan dari sisi pajak, yang lalu akan berdampak pada meningkatnya kapasitas dan sumberdaya untuk mendanai pelayanan publik. Bisnis dan industri juga akan mengejar pertumbuhan–baik dalam bentuk keuntungan atau ekspansi usaha–agar tetap dapat berkompetisi dan bertahan di tengah sengitnya persaingan. Motif “profit oriented” ini sedikit banyaknya terus mendorong bisnis dan industri untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi secara besar-besaran untuk mengoptimalkan keuntungan agar bisnis dapat terus tumbuh dan menjadi besar. 
Lalu, jika kapitalisme berhasil mendorong produktivitas dan pertumbuhan, apa yang salah dengan kapitalisme? 
        Pertumbuhan ekonomi yang pesat memiliki ciri khas tingkat konsumsi yang tinggi. Hal ini secara langsung akan memberikan tekanan yang hebat pada lingkungan dan alam, sebagai penyedia sumber daya produksinya. Kapitalisme membutuhkan pertumbuhan produksi yang terus menerus agar tetap stabil. Stabilnya sistem ini akan berdampak positif pada peningkatan standar hidup dan ketersediaan lapangan kerja untuk populasi dunia yang terus meningkat. Namun, kebutuhan ini berbanding terbalik dengan kondisi terbatasnya sumber daya yang tersedia untuk terus dieksploitasi demi menopang produksi. Beranjak dari pemahaman ini, tentunya sudah mulai terlihat bagaimana ide dan konsep kapitalisme sudah sangat terinternalisasi dalam sendi-sendi perekonomian kita. 
         Jika kita telaah lebih lanjut dari sisi kita sebagai konsumen, produksi tentunya sangat bergantung pada konsumsi atau tingkat permintaan pasar. Tanpa tingkat konsumsi yang cukup untuk menciptakan lebih banyak permintaan, siklus produksi akan lumpuh. Di sisi lain, peningkatan produksi akan berdampak positif pada penjualan yang akan ikut terdongkrak naik, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan keuntungan usaha. Inilah yang menyebabkan konsumsi dan produksi sering dianggap sebagai dua sisi koin yang sama dalam konteks pertumbuhan ekonomi. 
         Akan tetapi, kita hidup dengan sumber daya ekologi yang terbatas dan perlu dilestarikan demi keberlanjutan untuk generasi berikutnya. Jika daya dukung alam dan lingkungan tidak lagi dapat menopang konsumsi dan produksi, maka pertumbuhan akan mengalami stagnasi (keadaan tidak bergerak) yang kemudian akan menghasilkan krisis ekonomi dan kerusakan lingkungan yang semakin parah. 
Kalau begitu, bagaimana cara memenuhi tingkat pertumbuhan yang diperlukan agar tetap stabil, sekaligus melindungi alam dari kerusakan karena eksploitasi? 
         Banyak ahli menganggap sistem kapitalisme tidak sesuai dengan program konservasi dan pelestarian lingkungan. Namun, ada juga pemikiran lain yang beranggapan bahwa kebebasan ekonomi yang lebih besar memerlukan pembangunan yang lebih besar, yang pada justru mengarah pada peningkatan kualitas lingkungan yang lebih baik. Hal ini bisa terjadi karena adanya perubahan mindset dari konsumen yang menuntut adanya perbaikan dan perhatian lebih terhadap pelestarian lingkungan. 
         Jika kita selidiki lebih dalam, beberapa negara-negara barat yang menjunjung tinggi kebebasan individu dan pasar bebas justru merupakan negara-negara dengan kualitas lingkungan paling baik. Berkaca dari hal tersebut, seharusnya tidak ada trade-off antara kualitas lingkungan dan pertumbuhan ekonomi. Yang ada seharusnya kualitas lingkungan dan ekonomi yang tumbuh berdampingan. 
         Namun, ada juga fakta menyedihkan di balik argumen di atas. Kondisi lingkungan yang bersih dan baik juga bisa ada karena mereka telah meng-“ekspor” industri pencemar lingkungan mereka ke negara-negara berkembang. Perusahaan besar yang berbasis di negara-negara maju mengambil keuntungan dari negara berkembang atas dasar investasi, efisiensi, globalisasi dan penerapan global supply chain. Industri fashion adalah salah satu contohnya. Telah banyak pabrik-pabrik yang dibangundi negara-negara emerging economies dan negara berkembang seperti India, Bangladesh, Viet Nam, dan Indonesia sebagai bagian dari rantai pasok fashion global. 
         Sebagai catatan penting, industri fashion menghasilkan 10% dari seluruh emisi karbon di dunia dan menghasilkan 20% dari limbah pencemar air yang berasal dari perawatan tekstil dan pewarnaan. Selain itu, 90% air limbah hasil produksi industri fashion juga dibuang ke sungai tanpa pengolahan yang tepat. Fast Fashion, industri fashion yang memproduksi pakaian dengan jumlah banyak untuk dijual dengan harga murah membuat produk fashion menjadi lebih terjangkau, sehingga terjadi peningkatan konsumsi, yang pada akhirnya meningkatkan penjualan. Akan tetapi, pada prosesnya, praktik ini telah banyak berkontribusi pada kerusakan lingkungan. 
         Singkatnya, mekanisme pasar di dalam sistem Kapitalisme tidak memberikan insentif kepada industri dan bisnis untuk berkontribusi positif dalam pelestarian lingkungan. Perusahaan akan terus dihadapkan dengan persaingan pasar untuk memangkas biaya, meningkatkan efisiensi, dan mengoptimalkan laba. Dengan demikian, keberlanjutan pelestarian lingkungan akan sangat bergantung pada perilaku pasar yang kompulsif dari cara produksi kapitalis. 
Apakah kita harus menyerah dengan kondisi ini dan membiarkan alam kita rusak? 
         Kita harus menemukan cara agar pertumbuhan ekonomi dan lingkungan berkembang bersama, bukan mengorbankan satu dengan harapan untuk melindungi yang lain. Perlambatan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi yang negatif berpotensi menyebabkan resesi ekonomi, tingginya pengangguran, peningkatan angka kemiskinan, ketidakstabilan politik, dan permasalahan sosio-ekonomi lainnya. Oleh karena itu, jalan menuju mitigasi kerusakan lingkungan bukanlah dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat, tetapi melalui pertumbuhan ekonomi yang diarahkan pada kelestarian lingkungan. 
         Masalah kerusakan lingkungan memang tidak secara langsung disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi, tetapi juga melalui tidak adanya kebijakan publik efektif yang dirancang untuk melindungi lingkungan dan alam dari eksploitasi. Pendeknya, pangkal permasalahan di sini adalah kapitalisme yang berjalan tanpa peranan pemerintah yang cukup dalam mengatur sistem ekonomi. Kebijakan dan peraturan semestinya dapat mengejar ketertinggalan dari pesatnya pertumbuhan inovasi dan tren pasar, sehingga dapat mengantisipasi dan menangani kerusakan dan eksploitasi alam yang dapat terjadi. Dengan adanya kebijakan yang tepat sekalipun, belum tentu dampak perubahan tren pasar, inovasi, dan pesatnya kemajuan teknologi dapat ditangani, apalagi dengan minimnya intervensi pemerintah. 
         Selain aspek kebijakan, telah banyak terjadi gerakan sosial yang mendorong konsumen untuk lebih bertanggung jawab dengan pola konsumsinya, dengan harapan memberi tekanan kepada bisnis dan produsen untuk mengakomodir tren positif ini. Kedepannya, diharapkan juga investasi asing yang masuk untuk turut “mengekspor” praktik perlindungan dan pelestarian lingkungan ke negara tempat mereka berinvestasi. Gerakan ini diharapkan dapat memberikan dorongan kepada bisnis dan industri untuk mengintegrasikan konsep sustainability (keberlanjutan) yang menyeimbangkan aspek keuntungan finansial, kelestarian lingkungan, dan aspek sosial kemanusiaan dalam operasional usahanya. 
Seberapa utopiskah ide menjalankan ekonomi kapitalis sambil menjaga dampaknya dalam batas-batas ekologis yang aman?
        Pemerintah, akademisi, dan industri telah berinvestasi pada energi terbarukan, teknologi informasi, proses dan metode daur ulang, penggunaan sumber daya rendah karbon, dan mengembangkan konsep ekonomi sirkuler atau circular economy (yang meminimalisir produksi limbah dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam) . Hal ini diharapkan juga dapat menjadi perlindungan terhadap praktik eksploitasi sebagai akibat langsung dari praktik Kapitalis. Bertentangan dengan persepsi yang ada, perkembangan industri dan kemajuan teknologi juga telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam meringankan beban lingkungan. Kemajuan teknologi dan efisiensi yang diterapkan oleh industri mulai menunjukan titik terang dalam mengurangi kerusakan lingkungan.
         Saya memang tidak memiliki semua jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas, pendapat saya bisa salah atau keliru. Namun satu hal yang pasti, pada saat kita sebagai konsumen mulai sadar dan memberi perhatian lebih kepada aspek lingkungan dan keberlanjutan, hal ini dapat menjadi langkah awal dalam pemulihan lingkungan alam kita. 


DAFTAR PUSTAKA 
Bakan, Joel, The Coorporation, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2004. Gorz, Andre, Ekologi dan Krisis Kapitalisme, Yogyakarta: Insist Press, 2003. 
Harefa, Octhavianus dan Tobing, Tumpal., L, (ed) Krisis Ekologi: Tantangan Keprihatinan dan Harapan, Yogyakarta: BKS-GMKI Yogyakarta, 1994.
Keraf, Sony., A, Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global, Yogyakarta: Kanisius, 2010. Magdoff, Fred dan Foster, Jhon B. Lingkungan Hidup dan kapitalisme. Terjemaahan oleh Pius Ginting. Tangerang Selatan: CV.Marjin Kiri, 2018. 
Michelli, Joseph., A, Starbucks Experience, Jakarta: Esensi, 2007. Rahadjo, Dawam., M, (ed) Kapitalisme Dulu dan Sekarang, Jakarta: LP3ES, 1987. Samekto, Adji., FX, Kapitalisme, Modernisasi dan Kerusakan Lingkungan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Arif, di kompasiana.https://www.kompasiana.com/arifuop/5eda6cd9097f367b570f 0092/kapitalisme-dan-lingkungan-boven-digoel?page=4

DIKSI (Diskusi Seputar Isu Perikanan) “Kajian Kebijakan Perikanan (KKP)”

 

Kebijakan penangkapan ikan terukur: Deminelayan tradisional atau pendapatan negara?

Sitti Aisyah¹

Editor: Ikhramul Akram

Sejak pertengahan tahun lalu, pemerintah gencar menggalakkan kebijakan penangkapan ikan terukur guna mewujudkan ekonomi biru Indonesia. Dilansir dari kkp.go.id, Penangkapan ikan terukur sendiri merupakan kebijakan pemerintah untuk menangkap ikan berdasarkan kuota dan zonasi, dimana dilakukan pada 6 zona di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Dimana pemanfaatan Sumber Daya Ikan (SDI) di zona tersebut juga memperhatikan keberadaan kawasan konservasi, daerah pemijahan ikan, dan pembesaran ikan. Misalnya, penangkapan ikan terukur di WPPNRI 714 di zona 3 akan terbatas pada nelayan lokal, karena daerah ini merupakan daerah pemijahan dan pemeliharaan ikan.

Kuota penangkapan ikan didistribusikan kepada penerima kouta, yaitu: nelayan lokal, investor (industri) dan penghobi. Kebijakan ini juga merupakan salah satu percepatan tiga program terobosan KKP, yaitu penangkapan ikan terukur berbasis kuota di setiap wilayah pengelolaan perikanan untuk keberlanjutan ekologis, pengembangan perikanan budidaya berorientasi ekspor, dan pengembangan desa budidaya berbasis kearifan lokal.


Potret kehidupan nelayan di Desa Tulehu, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Foto Kompas.com.

Dengan jumlah nelayan kecil yang tercatat kurang lebih 2,22 juta orang yang tersebar di seluruh Indonesia, Ditjen Perikanan Tangkap Muhammad Zaini menegaskan bahwa nelayan lokal adalah nelayan kecil yang tinggal di wilayah penangkapan yang diukur sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Dengan zonasi dalam kebijakan penangkapan ikan terukur, keadilan bagi nelayan lokal bisa lebih terjamin dengan pendaratan ikan tradisional juga dapat lebih merata. Dilansir dari alinea.id, Kepala Pelaksana Satuan Kerja KKP Anastasia Rita Tisiana “Selama ini distribusi perikanan tangkap masih bersifat Jawa sentris. Banyak dari nelayan Jawa yang melaut di Perairan Maluku kemudian didaratkan di wilayahnya sendiri,” ujarnya.

Sementara itu, ketika pemerintah membuka zonasi untuk nelayan lokal dengan kapal dengan tonase kurang dari 30 GT, mereka hanya diperbolehkan menangkap hingga 12 mil dan lebih dari itu untuk zona penangkapan ikan untuk penangkapan ikan industri. Hal ini bertolak belakang dengan beberapa nelayan yang selalu melaut di luar jarak tersebut. Bagi nelayan, kebijakan ini dikhawatirkan akan membuat mereka semakin terpinggirkan.

Foto Pixabay.com.

Kebijakan penangkapan ikan terukur ini diperkirakan mampu mendongkrak PNBP sektor kelautan dengan target tahun ini sebesar Rp 1,6 triliun. Dimana berdasarkan data KKP pada 21 Desember 2021, total PNBP yang diterima KKP mencapai Rp920 miliar. Dengan pencapaian PNBP perikanan tangkap yang telah mencapai Rp. 694,53 miliar atau mencatatkan pencapaian tertinggi sepanjang sejarah KKP.

Ditjen Perikanan Tangkap Muhammad Zaini menegaskan kebijakan ini bukan untuk tujuan komersial. Kuota penangkapan untuk nelayan kecil akan diprioritaskan dengan mengalokasikan kuota untuk nelayan kecil terlebih dahulu, kemudian untuk tujuan non komersial, dan sisanya ditawarkan kepada badan usaha dan koperasi.

Harapannya juga para nelayan kecil dapat didorong untuk bergabung dalam koperasi sehingga kelembagaan usaha penangkapan ikan lebih kuat dan berdaya saing. Dengan penangkapan ikan terukur, kualitas data ikan yang didaratkan akan lebih baik karena langsung ditimbang dan dicatat di pelabuhan perikanan secara real time. Nelayan kecil juga berpeluang menjadi awak kapal penangkap ikan skala industri,sehingga dapat meningkatkan pendapatan.

Dilansir dari alinea.id, penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur ini juga dinilai dapat membuka jalan bagi kapal asing untuk menguasai perairan Indonesia. Pasalnya, untuk mencapai target PNBP sebesar Rp12 triliun pada 2024. Belum lagi jika lolos lelang, kapal penangkap ikan asing akan diberikan kontrak penangkapan ikan hingga 15 tahun dan bisa diperpanjang 1 kali. Namun, nantinya kuota tangkapan ikan akan ditentukan lebih lanjut oleh Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) dan mewajibkan kapal asing untuk merekrut nelayan lokal sebagai awaknya. Namun hal itu sama saja dengan menjadikan nelayan lokal sebagai buruh bagi orang asing di lautnya sendiri.

Tak hanya itu, pemerintah juga akan membuka peluang bagi swasta untuk mengelola pelabuhan. Dikhawatirkan ke depannya para nelayan lokal akan semakin kesulitan untuk mendaratkan hasil tangkapannya. Seperti diketahui, pada pertengahan Februari lalu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengundang investor untuk bekerja sama di sektor pelabuhan. Dengan pengelolaan pelabuhan oleh pihak swasta, seluruh kawasan pelabuhan akan berada di bawah aturan perusahaan tertentu. Artinya, baik dari segi pengelolaan, hingga pendaratan hasil perikanan akan diatur sepenuhnya oleh swasta. “Dan ini kejadian di Pelabuhan Bitung. Itu nelayan mencoba mendaratkan tuna di sana tapi tidak boleh oleh perusahaan yang mengelola. Padahal itu perusahaan besar. Terus juga nelayan yang mau masuk juga dikenai retribusi,” kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati.

Belum lagi munculnya konflik sosial antara nelayan kecil dengan korporasi yang mendapatkan kuota penangkapan ikan. Dengan sistem kuota kontrak, perusahaan perikanan akan mendapatkan keistimewaan yang luar biasa karena 66,6% kuota sudah dikuasai perusahaan dan bisa bertambah hingga 95% dari 5,9 juta ton. Dimana kita tidak mengetahui kondisi persaingan antara koperasi perikanan dengan syarat kontrak yang ditetapkan oleh KKP dengan korporasi.

Koalisi NGO untuk Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan (KORAL) menegaskan kembali kepada Pemerintah untuk tidak terburu-buru menerbitkan sebuah aturan yang sebenarnya masih membutuhkan berbagai kajian, persiapan dan kesiapan tersebut, karena sarat masalah dan rawan menimbulkan konflik sosial-ekonomi serta memicu penjarahan sumber daya ikan karena integritas dan kapasitas pengawasan yang lemah. Perlu prakondisi yang mendalam dan penyiapan infrastruktur, dan ujicoba sistematis untuk belajar sebelum suatu kebijakan ditetapkan secara permanen. Prinsip kehatian-hatian perlu diprioritaskan. Dikutip dari walhi.or.id dari Siaran Pers KORAL (15 Maret 2022).

Kebijakan penangkapan terukur belum dilakukan secara menyeluruh. Beberapa suara kritis yang terkait kebijakan tersebut menginginkan pengelolaan sumber daya perikanan dengan memperhatikan aspek keberlanjutan ekosistem dan perlindungan nelayan lokal. Sementara pemerintah berkomitmen dengan hal itu pula. Biarkan waktu yang menjawab, untuk siapa kebijakan penangkapan terukur dibuat.




TUNTUTAN PEREMPUAN

 


“TUNTUTAN PEREMPUAN”
Oleh Adellah Masnur

Perempuan selalu terpandang rendah dikalangan masyarakat, selalu banyak tuntutan – tuntutan yang diberikan perempuan. Perempuan harus selalu patuh, perempuan harus feminim, perempuan tidak boleh ini perempuan tidak boleh itu. Bahkan ketika ada bentuk pelecehan seksual, banyak masyarakat yang menyalahkan pihak perempuannya, karena bajunya kurang tertutup, sering keluar malam, sering bergaul dengan laki – laki dan masih banyak alasan yang tidak masuk akal lainnya. Bahkan tidak sedikit yang sesama wanita berpikiran seperti itu, bukannya Women Support Women, malah menjatuhkan mental sesama perempuan.

Ketidakadilan gender itu sering terjadi, bukan pada zaman penjajahan saja bahkan zaman sekarang juga masih banyak, perempuan-perempuan yang terus terpasung dalam aturan, hak kebebasannya direnggutpaksa. Dan perempuan selalu hidup dalam ketakutan, sulit untuk melawan karena takut serangan omong kosong    publik,  hanya sedikit yang membela, melawanpun terasa percuma, tidak ada yang percaya karena kurangnya bukti, tidak ada saksi, bahkan mirisnya ada yang sampai terpenjara karena perlawanannya.

Penulisan yang bersifat deskriptif umumnya tidak membedakan antara “perempuan” dan “gender.” Kedua kata ini sering karena sejarawan pemakainya tidak mengikuti perdebatan teoretis yang mendahuluinya digunakan secara bersama-sama dan dipertukarkan satu dengan yang lain. Akibatnya, “perempuan” sebagai kategori dan sebagai kata sifat (seperti “pekerjaan perempuan,” “sifat perempuan,” “organisasi perempuan”) dilihat sebagai suatu hal yang statis dan ahistoris. Dan karenanya meski kajian ini sudah memberikan kontribusi yang berharga dengan memberikan gambaran rinci dari obyek yang dikajinya, namun tidak dipahami bagaimana kategori-kategori ini (misal dalam relasinya dengan “pekerjaan laki-laki,” “sifat laki-laki,” atau “organisasi laki-laki”) digunakan, dikonstruksikan, dan berubah-ubah. “Sejarah Perempuan” dalam kajian semacam ini hanyalah menjadi satu sub-bidang kajian baru tanpa memiliki kekuatan analitis yang dapat membongkar paradigma-paradigma dalam penulisan sejarah. Dan dalam kerangka semacam ini, terbuka kemungkinan kategori-kategori yang dibangun akan terus direproduksi tanpa sikap kritis.

Sesama perempuan haruslah saling mendukung, saling membela, saling merangkul melawan setiap penindasan, berpegangan tangan menghadapi ketidakadilan, menguatkan satu sama lain. Perempuan itu istimewa, kita bisa, kita mampu, kita sanggup melawan yang salah dan membela pembenaran.

Referensi : Pradadimara, Dias (2019). Perempuan Dan Perspektif Gender Dalam Penulisan Sejarah Indonesia”.: Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Budaya, Vol. 14, No. 1, (6).

KAJIAN KONTEMPORER "Peran Mahasiswa Untuk Perikanan Masa Mendatang"

"Peran Mahasiswa Untuk Perikanan Masa Mendatang"

Emylia Syair¹

Editor: Ardiansya Saputra

    Secara umum nelayan diartikan sebagai orang yang mata pencahariannya menangkap ikan, pe nangkap ikan di laut (W.J.S. Purwodarminto, h.674). Menurut Pasal 1 Undang-Undang Republik Indo-nesia No. 6 tahun 1964 tentang Bagi Hasil Perikanan (LNRI No. 97 tahun 1964, TLN No. 2690), pengertian nelayan dibedakan menjadi dua yaitu: nelayan pemilik dan nelayan penggarap. Nelayan pemilik ialah orang atau badan hukum yang dengan hak apapun berkuasa atas sesuatu kapal atau perahu yang dipergunakan dalam usaha penangkapan ikan dan alat-alat penangkapan ikan. Nelayan penggarap ialah semua orang yang sebagai kesatuan dengan menyediakan tenaganya turut serta dalam usaha penangkapan ikan di laut. Sedangkan dalam ketentuan Undang-Undang Perikanan, mengatur dan membedakan pengertian nelayan menjadi dua yaitu nelayan dan nelayan kecil. (Retnowati.E, 2011)

                                                 

    Sistem Bagi Hasil dalam penangkapan ikan sangat berperan pula dalam menentukan tingkat pendapatan nelayan. Dalam sistem pembagian hasil penangka-pan ikan pada umumnya diterapkan dengan sistem bagi hasil ini, nelayan pemilik (juragan) menda-patkan bagian hasil lebih banyak dari nelayan peng-garap.  Ketimpangan dalam sistem bagi hasil seperti ini nampaknya sudah menjadi tradisi atau budaya dan nampaknya kondisi seperti ini cenderung dilestari-kan, nelayan pemilik modal atau pemilik (juragan) mendominasi para nelayan. Sementara nelayan (penggarap) tidak mempunyai pilihan. Dalam arti karena keterbatasan modal dan skill yang dimiliki oleh nelayan. Disamping itu juga karena budaya atau sikap entrepeneur yang tidak dimiliki oleh nelayan yang tidak dimiliki oleh nelayan sehingga mereka lebih suka menyediakan tenaga dan resiko nyawanya daripada kehilangan modal. Sedang bagi pemilik (juragan) karena mereka sebagai pemilik modal dengan resiko kehilangan modal maka untuk menghindari atau meminimalkan resiko ini mereka menerapkan sistem bagi hasil sebagaimana dijelaskan di atas, yang kecenderungan dengan segala upaya atau bentuk sistem bagi hasil untuk meminimalisir resiko kerugian yang akan diderita kadang dirasa kurang adil bagi nelayan.

    Rantai pemasaran yag panjang akan menyebabkan pendapatan nelayan menjadi rendah. Disitulah peran kita sbagai mahasiswa untuk menganalisis megenai solusi terbaik apa yang perlu diberikan dari masalah tersebut. Dari sekian banyak permasalahan kompleks yang ada di nelayan kecil, kita perlu mengeluarkan inovasi agar mereka dapat keluar dari jeratan masalah tersebut. Mungkin untuk merubahnya secara skala besar, kecil kemungkinannya untuk dilakukan. Namun setidaknya, kita perlu mengubah ataupun memodifikasi sedikit sistem ataupun kultur yang ada dalam masyarakat pesisir tersebut untuk keberlangsungan kehidupan masyarakat di masa mendatang.

 

KAJIAN KONTEMPORER "Potret Nelayan Dinegara Kapitalisme Pinggiran"


"Potret Nelayan Dinegara Kapitalisme Pinggiran" 

Bella Maharani¹

Editor: A.Nurfadilla Rosha

    Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar , apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang dengan berbagai kebijakan, program dan kegiatan pembangunan di berbagai sektor, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap 4 komponen penting tujuan pembangunan nasional, yaitu pertumbuhan ekonomi (pro growth)2, perluasan lapangan kerja (pro job), penurunan tingkat kemiskinan (pro poor), dan perlindungan lingkungan (pro environment). Namun sejalan dengan perubahan yang begitu cepat di segala bidang, baik berskala nasional maupun internasional, pembangunan sektor kelautan dan perikanan belum secara signifikan memberikan kontribusi ekonomi yang berarti bagi peningkatan kesejahteraan rakyat , terutama bagi nelayan kecil-kecil termasuk di dalamnya adalah nelayan buruh. (Setiawan. 2020). 

    Kapitalisme dalam perkembangan dari Indonesia merdeka hingga ke zaman reformasi ini memiliki bentuk yang berbeda-beda. Di masa sebelum meredeka kapitalis dipegang oleh pihak penjajah namun sekarang ini kelompok kapitalis tidak hanya oleh kalangan pengusaha yang memiliki modal besar namun juga sudah masuk ke kelompok penguasa.

    Terdapat 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi pemberdayaan nelayan kecil yaitu faktor teknis, kultural, dan struktural. Secara teknis, pendapatan nelayan kecil bergantung pada nilai jual ikan hasil tangkap dan ongkos (biaya) melaut. Selanjutnya, nilai jual ikan hasil tangkapan ditentukan oleh ketersediaan stok ikan di laut, efisiensi teknologi penangkapan ikan, dan harga jual ikan. Sedangkan, biaya melaut bergantung pada kuantitas dan harga dari BBM, perbekalan serta logistik yang dibutuhkan untuk melaut yang bergantung pula pada ukuran (berat) kapal dan jumlah awak kapal ikan. Selain itu, nilai investasi kapal ikan, alat penangkapan, dan peralatan pendukungnya sudah tentu harus dimasukkan ke dalam perhitungan biaya melaut. Secara kultural, etos kerja nelayan pada umumnya belum sejalan dengan etos kemajuan dan kesejahteraan. Secara struktural, kebijakan dan program pemerintah yang kurang kondusif bagi kemajuan dan kesejahteraan nelayan. Oleh karena itu, pokok-pokok permasalahan dalam pemberdayaan nelayan kecil dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan di Indonesia terkait pada faktor-faktor sebagai berikut:

1.     Masalah dan penyebab keterbatasan stok SDI (sumber daya ikan) di wilayah wilayah perairan laut : Permasalahan tersebut disebabkan banyak nelayan yang melakukan usaha penangkapan ikan di wilayah-wilayah perairan laut yang stok SDI (sumber daya ikannya) mengalami overfishing (tangkap lebih). Padahal sebagian ikan yang mengalami kerusakan/busuk dibuang ke laut. 

2.     Masalah dan penyebab pencemaran laut, perusakan ekosistem pesisir, dan perubahan iklim global. 

3.     Masalah dan penyebab keterbatasan modal 

Sebenarnya telah banyak program pemerintah yang diluncurkan untuk membantu permodalan untuk menanggulangi kemiskinan nelayan, antara lain: Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Keluarga Sejahtera, Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan Program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Sedangkan program yang secara khusus ditujukan untuk kelompok sasaran masyarakat nelayan antara lain program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP) dan Program Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil (PUPTSK) (Setiawan. 2020). 

Namun, secara umum program-program tersebut tidak membuat nasib nelayan menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Salah satu penyebab kurang berhasilnya program-program pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan nelayan adalah formulasi kebijakan yang bersifat top down. Formula yang diberikan cenderung seragam padahal masalah yang dihadapi nelayan sangat beragam dan seringkali sangat spesifik lokal. Di samping itu, upaya penanggulangan kemiskinan nelayan seringkali sangat bersifat teknis perikanan, yakni bagaimana upaya meningkatkan produksi hasil tangkapan, sementara kemiskinan harus dipandang secara holistik karena permasalahan yang dihadapi sesungguhnya jauh lebih kompleks dari itu.

Pemberdayaan nelayan kecil di Indonesia belum dilakukan secara strategi baik dari faktor teknis, kultural dan struktural. Oleh karena itu, agar tercapai peningkatan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan nelayan kecil pada khususnya dan masyarakat pesisir pada umumnya diperlukan pengoptimalan program pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan di bidang perikanan kepada para nelayan dalam rangka peningkatan kapasitas dan budaya nelayan agar lebih kondusif untuk kemajuan dan kesejahteraannya, baik kuantitas maupun kualitasnya,secara sistematis dan berkesinambungan.

 

Coastal Environmental Movement


“ Coastal Environmental Movement "


    Kegiatan Coastal Environmental Movement atau biasa disingkat (CEM) atau Gerakan lingkungan pesisir ini adalah salah satu proker dari HIMASEI UNHAS yang dimana kegiatan ini merupakan Pengabdian atau Bina desa yang didalamnya itu terdapat beberapa rundown kegiatan seperti Sosialisasi pengolahan sampah, Sosialisasi inovasi olahan produk rumput laut, Edukasi dan games untuk anak-anak,  Bina akrab dan terakhir Aksi bersih pantai. Kegiatan ini mengusung tema "Meningkatkan Kesadaran Pentingnya Menjaga Lingkungan Pesisir dan Meningkatkan Keakraban dalam Ikatan Tali Kekeluargaan ", kegiatan ini juga dilaksanakan pada tangga 23-24 Oktober 2021, Tujuan dari kegiatan ini adalah Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan dan mempererat tali kekeluargaan dalam HIMASEI UNHAS.

Sosialisasi Pengolahan Sampah


    Sosialisasi pengolahan sampah dilaksanakan di Desa Punaga, Kabupaten Takalar pada hari Sabtu, 23 Oktober 2021. Sosialisasi ini dilaksanakan guna: 1. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya sampah plastik bagi laut. 2. Meningkatkan peran masyarakat untuk mengurangi penggunaan sampah plastik. 3. Masyarakat dapat mengetahui dampak berkelanjutan yang disebabkan oleh penggunaan sampah plastik.

Pelatihan Pembuatan Produk



    Pelatihan pembuatan produk dilaksanakan dilaksanakan di Desa Punaga, Kabupaten Takalar pada hari Sabtu, 23 Oktober 2021. Pelatihan ini dilaksanakan guna meningkatkan minat warga di Desa Punaga dalam memanfaatkan hasil perikanan terutama rumput laut menjadi sesuatu yang memiliki harga jual.

Edukasi Anak dan Games


    Edukasi anak dan games dilaksanakan di Desa Punaga, Kabupaten Takalar pada hari Sabtu, 23 Oktober 2021. Edukasi dan games ini dilaksanakan guna memberikan pengetahuan anak-anak Desa Punaga akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya, serta memberikan pemahaman bagaimana menciptkan lingkungan yang bersih.

Bina Akrab dan Tudang Sipulung

    

      Bina akrab dilaksanakan dilaksanakan di Desa Punaga, Kabupaten Takalar pada hari Sabtu, 23 Oktober 2021. Bina akrab dilaksanakan guna menjalin silaturahmi dan meningkatkan rasa kekeluargaan sesama warga Himasei.

Bersih Pantai



    Bersih pantai dilaksanakan di Desa Punaga, Kabupaten Takalar pada hari Minggu, 24 Oktober 2021. Bersih pantai dilaksanakan guna memberikan kesadaran akan pentingnya meningkatkan kepedulian masyarakat dalam menjaga lingkungan pesisir sehingga menciptakan lingkungan yang bersih dan lestari.

Periode 2022

Start Work With Me