-->

HIMASEI UNHAS

Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Perikanan adalah salah satu lembaga kemahasiswaan yang berada dalam lingkup Himpunan Mahasiswa Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Keluatdan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Himasei Unhas berdiri pada tanggal 23 April 2000.

About Us

Halo

Profil LembagaHimasei UNHAS

Organisasi Komunitas

Keluarga Mahasiswa Profesi Agrobisnis Perikanan Keluarga Mahasiswa Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikananan Universitas Hasanuddin (KMP ABP KEMAPI FIKP UNHAS) atau HIMASEI UNHAS merupakan salah satu wadah bagi mahasiswa Agrobisnis Perikanan Universitas Hasanuddin dalam meningkatkan serta pengembangan potensi dan skill yang dimilikinya.

Adapun tujuan dari Lembaga ini yakni Terbinanya insan akademis yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri dan berorientasi kepada wawasan almamater dalam hal ini Profesi Agrobisnis Perikanan serta bertanggung jawab atas dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara.

What I do?

Graphic

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

Photography

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

Development

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

Responsive

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

Wordpress

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

Javascript

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

My Experience

Apple Inc.

2015-Today

Art & Creative director

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.

Facebook Inc.

2012-2015

Web designer & developer

Lorem ipsum dolor sit amet, sit augue theophrastus ex. Nec ne dicam impedit perpetua, legimus fierent molestiae ei nec. Eum ei adhuc meliore pericula.At agam omittam accumsan mel.

IBM Inc.

2011-2012

Mid-level designer

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.

My Latest Projects

Sistem Bagi Hasil Nelayan Punggawa-Sawi,Adilkah?


Sistem Bagi Hasil Nelayan Punggawa-Sawi,Adilkah?


Dalam susunan ekonomi masyarakat nelayan diketahui adanya Punggawa dan Sawi. Punggawa ialah pemilik modal dan Sawi merupakan peminjam atau pekerja (buruh) atau dalam perundang-undangan dikenal sebagai nelayan kecil. Pemilik modal berhak membeli hasil tangkapan Sawi yang diberi modal. Dan Sawi berkewajiban menjual hasil tangkapannya kepada Punggawa yang memodalinya. Kewajiban ini merupakan ketentuan yang harus dilakukan oleh keduanya. Modal yang diberikan oleh Punggawa tidak terbatas pada modal materi berupa uang, namun juga kepada peralatan seperti kapal, jaring, pukat dan lain sebagainya. Dan hal ini lah yang mendasari bagaimana pro-kontra sistem Punggawa Sawi dalam kehidupan masyarakat nelayan.

Hubungan antara Punggawa-Sawi bukan hanya sekedar layaknya bos dan anak buah, tetapi terjadi hubungan kekeluargaan yang erat. Saat Sawi pergi melaut dengan peralatan dan modal dari Punggawa, keluarga Sawi dititipkan pada sang Punggawa. Misalnya saat anak Sawi sakit dan butuh uang, Punggawa akan memberiman pinjaman kepada istri Sawi. Begitu pula sebaliknya, jika ada yang berani mengganggu sang Punggawa maka para Sawi siap pasang badan untuk membela dan melindungi sang Punggawa. Sistem Punggawa-Sawi juga menggantikan program-program pemerintah yang hanya bertahan beberapa saat. Setelah masa program tersebut habis, maka saat itu juga Sawi akan kembali kepada Punggawanya. Peran pemerintah disini sangat dibutuhkan dalam pengembangan taraf hidup nelayan, misalnya untuk pemberian modal, penyediaan alat tangkap dan lainnya.

Namun disisi lain, hubungan antara Punggawa-Sawi dapat dikategorikan sebagai hubungan yang tidak seimbang atau tidak adil dalam kondisi perolehan. Hubungan kekerabatan ini lebih banyak terjadi dengan tetap menggunakan norma sosial adalah pada tingkat lokal seperti pedesaan. Hubungan antara superior dan sejumlah inferior didasari oleh pertukaran pelayanan (service) yang tidak seimbang. Malah dikatakan bahwa besarnya nilai pertukaran antara Punggawa dan Sawi lebih banyak disandarkan oleh besarnya perhatian atau pemberian yang terjadi. Misalnya, musim penangkapan ikan yang tidak berlangsung secara terus-menerus. Ada masa-masa dimana kegiatan penangkapan ikan tidak mudah dilakukan seperti masa ombak besar atau stok ikan di laut berkurang. Situasi ini malah semakin menggantungkan hidup mereka kepada Punggawa. Karena apabila mereka tidak melaut, maka pendapatanpun akan terganggu. Satu-satunya jalan yang dilakukannya yaitu mengutang kepada Punggawa, termasuk bila ada kebutuhan yang mendesak. Kemudian, utang yang ada bukan hanya sekedar utang materi tetapi utang budi karena disaat tak ada lagi tempat berharap bantuan, sang Punggawalah yang membantu.

Maka dari itu, perlu dilakukan suatu inovasi baru demi menjaga kesejahteraan serta hubungan yang saling menguntungkan antara Punggawa dan Sawinya. Sistem yang dimaksud yaitu dengan mengadakan suatu kesepakatan bersama mengenai sistem perolehan. Contohnya, memberikan suatu ketetapan gaji baik musim paceklik dan non peceklik. Bentuk hubungan ini menguntungkan kedua belah pihak, Punggawa mempunyai buruh yang dapat menjalankan usahanya dan layanan sosial lainnya, sedangkan Sawi mempunyai jaminan hidup atau sumber pendapatan di dalam hidupnya. Dengan jumlah Sawi yang banyak akan meningkatkan status sosial Punggawa demikian juga dengan kelompok etnisnya. Jika Punggawa ingin lebih jauh meningkatkan jumlah Sawi dan tingkat loyalitas, maka Punggawa harus berperan sebagai “Punggawa yang dapat dicontoh atau dijadikan panutan” dengan cara meningkatkan keyakinan sawinya dalam hal jaminan hidup; dan jika hal ini tidak dapat dipenuhi atau dipertahankan, maka Sawi tersebut akan dengan mudah meninggalkan Punggawa. Hal ini bukan sesuatu yang mudah dilakukan akibat makin banyaknya jenis pilihan perolehan sumber hidup; terjadinya persaingan antar Punggawa; dan masuknya investor luar yang seringkali menitipkan investasinya kepada Punggawa.








 


Pro-Kontra Tradisi Berburu Paus di Desa Lamalera NTT


Pro-Kontra Tradisi Berburu Paus di Desa Lamalera NTT



Baleo!Baleo! Itulah sinyal yang mereka gunakan kala masyarakat melihat paus melintas di lautan”.

Bagi masyarakat Lamalera, berburu paus adalah sebuah tradisi sakral yang sudah berlangsung turun temurun sejak zaman nenek moyang mereka. Tak bisa dilakukan begitu saja dan melanggar tradisi yang sudah ada. Namun tidak semua jenis paus boleh diburu, hanya jenis paus sperma saja boleh diburu karena jumlahnya yang lebih banyak.Namun, juga tidak semua paus sperma boleh diburu, untuk paus yang sedang hamil atau paus yang baru saja melahirkan tidak boleh diburu. Hal ini juga merupakan aturan turun-temurun yang telah mereka terapkan untuk menjaga kelestarian paus sperma. Khusus untuk paus birua tau blue whales, masyarakat Lamalera tidak memburunya, karena paus biru dianggap sebagai penyelamat leluhur warga Lamalera. Selain itu, paus biru juga merupakan paus langka dan dilindungi.

Pada bulan Mei hingga Oktober, ada banyak paus yang bermigrasi dan melewati Laut Sawu.Pada masa itu perburuan baleo pun berlangsung. Berbeda dengan perburuan paus yang ada di Jepang, masyarakat Lamalera masih menggunakan perlengkapan tradisional yaitu lamafa. setidaknya perburuan paus di Lamalera lebih ramah lingkungan.Konvensi Genewa mengenai Peraturan Penangkapan Paus tahun 1931 menetapkan bahwa masyarakat tradisional yang diperbolehkan menangkap ikan paus adalah masyarakat yang menggunakan kano, perahu atau alat tangkap lokal yang menggunakan dayung dan layar, tidak menggunakan senjata api, dilakukan sendiri oleh mayarakat asli dan tidak terikat kerja sama dengan pihak menerima hasil tangkapan. Dalam kategori yang ditetapkan International Whale Commision (IWC) , penangkapan paus di Lamalera tergolong pada subsistence whaling, karena penangkapan paus dilakukan dalam skala kecil, berkesinambungan dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal serta tidak ada tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari kegiatan perburuan tersebut. Oleh karena itu, berdasarkan kategori yang ditetapkan oleh IWC, maka masyarakat nelayan Lamalera termasuk dalam kategori masyarakat adat yang tidak menjadi subjek pengawasan IWC.Dan juga IWC mengakui bahwa perburuan paus oleh masyarakat tradisional di Lamalera berbeda dengan perburuan paus untuk keperluan komersial.

Disisi lain, adanya tradisi berburu paus di Desa Lamalera perlu dilakukan pengkajian ulang, karena memunculkan sejumlah kontra diantaranya yaitu dapat menimbulkan kepunahan bagi paus sperma yang diketahui bahwa paus sperma membutuhkan 14 hingga 16 bulan untuk menghasilkan satu ekor anak dan tradisi ini dilakukan setiap tahun.Akan lebihbaikjika di Desa Lamalera dijadikan sebagai tempat pariwisata dibandingkan dengan berburu paus, yang tentunya menambah pendapatan bagi warga di desa tersebut.




Periode 2022

Start Work With Me