-->

HIMASEI UNHAS

Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Perikanan adalah salah satu lembaga kemahasiswaan yang berada dalam lingkup Himpunan Mahasiswa Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Keluatdan Perikanan, Universitas Hasanuddin. Himasei Unhas berdiri pada tanggal 23 April 2000.

About Us

Halo

Profil LembagaHimasei UNHAS

Organisasi Komunitas

Keluarga Mahasiswa Profesi Agrobisnis Perikanan Keluarga Mahasiswa Perikanan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikananan Universitas Hasanuddin (KMP ABP KEMAPI FIKP UNHAS) atau HIMASEI UNHAS merupakan salah satu wadah bagi mahasiswa Agrobisnis Perikanan Universitas Hasanuddin dalam meningkatkan serta pengembangan potensi dan skill yang dimilikinya.

Adapun tujuan dari Lembaga ini yakni Terbinanya insan akademis yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri dan berorientasi kepada wawasan almamater dalam hal ini Profesi Agrobisnis Perikanan serta bertanggung jawab atas dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara.

What I do?

Graphic

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

Photography

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

Development

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

Responsive

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

Wordpress

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

Javascript

Lorem ipsum dolor sit amet, augue theophrastus ex.

My Experience

Apple Inc.

2015-Today

Art & Creative director

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.

Facebook Inc.

2012-2015

Web designer & developer

Lorem ipsum dolor sit amet, sit augue theophrastus ex. Nec ne dicam impedit perpetua, legimus fierent molestiae ei nec. Eum ei adhuc meliore pericula.At agam omittam accumsan mel.

IBM Inc.

2011-2012

Mid-level designer

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua.

My Latest Projects

“Resesi dan Adaptasi Perikanan”

 “Resesi dan Adaptasi Perikanan”
Penulis : Muh Ardiansyah

Editor : Muh. Azward Lukman


SEKTOR perikanan saat ini tengah menghadapi  situasi sulit. Di tengah isu perubahan iklim, disrupsi kebijakan, kini menghampiri pula soal resesi global yang menuntut perikanan harus lebih agile dan adaptive.

Isu iklim, yang tidak hanya menimbulkan kenaikan paras muka air laut, juga berpengaruh pada adaptasi perikanan. Kenaikan paras air laut dan gelombang pasang kemudian menjadi fenomena yang patut diwaspadai nelayan. Musim yang tidak lagi teratur mendorong risiko dan kewaspadaan usaha penangkapan. 

Seiring dengan itu, soal perubahan biodiversity dan adaptasi sumber daya ikan juga perlu segera didalami. Sebuah riset di perairan teluk di Texas pada 2021 menunjukkan tren peningkatan diversity ikan karena perubahan habitat yang diakibatkan peningkatan paras muka laut dan temperatur. Kemudian, fenomena menurunnya ikan lemuru Selat Bali selama 10 tahun terakhir bisa diduga sangat terkait dengan perubahan iklim. Selat Bali, Lombok, Pantar sebagai daerah Arlindo sangat mungkin terdampak lebih kuat karena perubahan suhu. 

Kemudian, kebijakan perikanan saat ini juga memperlihatkan tingkat disrupsi yang begitu kuat. Pergantian menteri melahirkan kebijakan yang berbeda dan sangat terasa dampak pada level nelayan. Padahal kalau bijak, Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa berpijak pada roadmap pembangunan perikanan dan kelautan yang disiapkan KEIN 2017 sehingga siapa pun menterinya, target dan kontribusi dari kelautan dan perikanan sebesar 10 bisa dicapai. Namun, disrupsi sejak era 2015 telah melahirkan ketidakpastian yang besar hingga saat ini. Kita lihat kebijakan masih berkutat pada formulasi PNBP yang dimandatkan PP 85/ 2021 tentang jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak. Jika kita mau fair, formulasi PNBP dapat dirancang secara bertahap sembari menumbuhkan minat usaha dan bisnis perikanan lebih luas. 

Di tengah hadangan kedua soal besar di atas, kini perikanan dan kelautan kembali dihadapkan pada situasi yang tidak mudah, yaitu resesi yang mulai terjadi secara global. Dampak resesi pada negara yang memiliki keterkaitan erat juga mulai dirasakan. Kenaikan harga minyak telah meningkatkan biaya operasional nelayan. Sementara harga ikan di pasar lokal dan global belum meningkat. Bahkan, pasar ekspor seperti Jepang yang diberitakan nelayan dari Bali sudah kurang kompetitif karena nilai tukar yen juga terdampak resesi. 

Pesan dari resesi global ialah potensi harga ikan tuna ekspor Indonesia juga melemah dan kurang berdaya saing dalam meningkatkan pendapatan nasional. Efek domino dari resesi yang tecermin pada harga BBM dan harga ikan akan memangkas jumlah hari melaut dan jumlah kapal yang beroperasi. Menurut nelayan tuna Bali, dalam situasi seperti ini hanya 25 kapal yang bisa dioperasikan karena potensial merugi dan tidak mampu menutupi biaya operasi. 
Agar menjadi sektor unggulan, tentu kita tidak selalu berharap keajaiban agar perikanan tetap tumbuh positif seperti era resesi 1998 dan saat puncak pandemi covid-19. Seharusnya kita mengambil momentum dengan menyiapkan skema terbaik agar perikanan dan kelautan tumbuh secara sistemik dan masif.  
 Adaptasi 
Dalam menghadapi situasi tersebut, serta adaptasi terhadap resesi yang sedang melanda, 3 langkah adaptasi dalam menghadapi perubahan iklim, disrupsi kebijakan, dan resesi ialah, pertama, mereformulasi kebijakan yang kondusif dan afirmatif bagi usaha penangkapan. Kedua, melakukan percepatan upaya budi daya (budi daya dan mariculture) dan afirmasi kebijakan. Ketiga, memperkuat riset adaptasi. 

Formulai kebijakan yang diyakini saat ini sangat pro terhadap nelayan belum mampu mengangkat usaha penangkapan. Agar implementasi PP 85/2021 tidak menimbulkan distorsi besar, maka penerapan secara bertahap menjadi kunci, sejalan dengan peningkatan investasi. Ketika usaha penangkapan masih sepi peminat, maka kebijakan yang didorong ialah yang mudah dilaksanakan dengan tetap mengawal agar tidak terjadi kebocoran ekonomi keluar dari bangsa ini. 

Kebijakan afirmatif yang diperlukan saat ini, di antaranya harga BBM yang layak untuk usaha dan pungutan pascaoperasi penangkapan. Kalau mengikuti harga pasar, harga BBM yang layak secara ekonomi untuk penangkapan terkesan seperti subsidi. Namun, demi melindungi kepentingan perikanan dan usaha dalam negeri, semestinya ada mekanisme terkait BBM yang terjangkau dan dapat mendukung usaha perikanan berjalan dengan baik. Adapun penerapan prabayar sementara waktu bisa disubstitusi dengan pascabayar, sampai sistem usaha mencapai situasi kondusif, tapi dengan tetap melakukan pengawasan dalam berusaha. 
Keberhasilan bertahan dari resesi seperti sebelumnya, selain karena faktor produksi budi daya yang tetap berjalan, nilai tukar dolar masih tetap tinggi, dan Indonesia tetap menjadi negara yang memetik manfaat besarnya. Namun, dengan hadirnya Ekuador sebagai salah satu negara produsen udang terbesar untuk pasar Amerika dan Vietnam dalam pengusahaan lobster bagi pasar Asia, maka stabilitas dan kondusivitas usaha budi daya di Tanah Air harus diprioritaskan. Karena pasar Amerika yang selama ini berkontribusi dolar dan Tiongkok serta Jepang, maka potensi untuk tetap mendapatkan dolar menjadi menipis di era resesi saat ini. 

Maka, afirmasi terhadap usaha budi daya yang harus disiapkan ialah mempertahankan harga pakan pada harga ekonomi agar budi daya tetap tumbuh. Karena resesi yang mendorong dolar naik turut menggerek harga pakan, dan kemudian mematikan usaha budi daya. Afirmasi kedua untuk budi daya ialah menyiapkan skema usaha budi daya yang mampu mendorong sistem berusaha di dalam negeri. Skema itu dengan menumbuhkan usaha tiap daerah dan mengurangi sekat kebijakan antarwilayah dalam negeri. Sejalan dengan itu, pengawasan tetap diperkuat agar tidak terjadi kebocoran seperti ekspor BBL ilegal yang sering terjadi. 

Langkah ketiga, yang sangat kurang diperhatikan, ialah langkah adaptasi yang sistemik berbasis data. Keberhasilan beradaptasi ke depan harus didukung riset dan data yang valid sehingga skenario adaptasi berjalan baik. Baik riset terhadap perubahan biodiversitas, pola adaptasi perairan, dan volatilitas risiko seperti resesi global dan tumbuhnya negara budi daya yang sangat dekat dengan sumber dolar saat ini. 

Ketika krisis global terus berlanjut, kita seharusnya sudah memiliki rencana untuk keluar dan beradaptasi. Hengkangnya pusat riset perikanan dan kelautan ke BRIN seharusnya jadi perhatian serius KKP dalam mengantisipasi risiko resesi ini, dengan memperkuat kolaborasi bersama perguruan tinggi. 
Kita tidak bisa berharap keajaiban untuk keluar dari situasi sulit saat ini. Perlu ada langkah keberpihakan yang dilandasi dengan sains base policy yang baik. Langkah lanjutnya, tentu memperkuat komunikasi dan sinergi antarlembaga. Sinergi ini akan menjadi kekuatan untuk bangkit dan tumbuh, serta keluar dari ancaman resesi dengan selamat.   
  
Tiser :   
Kita tidak bisa berharap keajaiban untuk keluar dari situasi sulit saat ini. Perlu ada langkah keberpihakan yang dilandasi dengan sains base policy yang baik. Langkah lanjutnya, tentu memperkuat komunikasi dan sinergi antarlembaga. Sinergi ini akan menjadi kekuatan untuk bangkit dan tumbuh, serta keluar dari ancaman resesi dengan selamat.

Sumber: https://mediaindonesia.com/opini/513196/resesi-dan-adaptasi-perikanan

Kesetaraan Gender dalam kerja sosial : Rekonstruksi wacana Keperempuanan untuk membaca realitas

 Kesetaraan Gender dalam kerja sosial : Rekonstruksi wacana Keperempuanan untuk membaca realitas!


A. Lata belakang

Diskriminasi berdasarkan gender sampai saat ini masih terjadi pada seluruh aspek  kehidupan di seluruh dunia. Bentuk dan tingkat  diskriminasi juga sangat bervariasi, tak jarang di suatu wilayah atau negara dimana perempuan belum menikmati kesetaraan dalam hak-hak hukum, sosial dan ekonomi. Kesenjangan gender dalam kesempatan dan kendali atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik terjadi di mana-mana. Pihak perempuan dan anak perempuan menanggung beban paling berat akibat  ketidaksetaraan yang terjadi, namun pada dasarnya ketidaksetaraan itu merugikan semua orang. Oleh sebab itu, kesetaraan gender merupakan persoalan dalam lingkunagan masyarakat. Menurut data dari catatan Komnas Perempuan pada tahun 2020 menyatakan bahwa jenis kekerasan terhadap perempuan yang paling menonjol adalah diranah pribadi atau privat, yaitu KDRT dan Relasi Personal, yaitu sebanyak 79% (6.480 kasus). Diantaranya terdapat kekerasan terhadap istri (KTI) menempati peringkat pertama 3.221 kasus (49%), disusul kekerasan dalam pacaran 1.309 kasus (20%) yang menempati posisi kedua, posisi ketiga adalah kekerasan terhadap anak perempuan sebanyak 954 kasus (14%), sisanya adalah kekerasan oleh mantan suami, mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Kekerasan di ranah pribadi ini mengalami pola yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. (KOMNAS Perempuan, 2021)

Kendati kesejangan gender yang kian meningkat tersebut memunculkan paradigma hukum berbasis keadilan gender sebagai solusi perlidungan dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban. Negara yang mempunyai kewenangan dipandang perlu menciptakan hukum yang bersifat represif untuk memaksakan kepatuhan. Perlindungan hukum berbasis gender di pandang sebagai solusi untuk memberikan perlindungan penindasan yang terjadi. Sama halnya  dengan UU TPKS yang baru saja disahkan pada 12 april 2022. Namun legitimasi berupa perlindungan hukum dari suatu negara hanyalah sebuah langkah awal. (Nurhadi, 2022)

Sebagai bagian integral berdasarkan fungsi keseharian masyarakat kapitalis, persoalan kekerasan berbasis gender merupakan dilema struktural yang mengakar kuat. Sistem kapitalisme membangun pemisahan antara aspek regenerasi tenaga kerja dan akumulasi kapital. Hal ini mengakibatkan perempuan ditempatkan menjadi penanggungjawab utama proses reproduksi sosial, sambil mensubordinasi perannya dalam lapangan produksi. Dalam proses ini, gambaran-gambaran negatif pada wanita dikonstruksi, salah satunya melalui pembentukan kebiasaan seksualitas yg menguntungkan struktur masyarakyat. Oleh karena itu, menempatkannya pada konteks hubungan sosial terhadap corak produksi yang ada melalui investigasi proses sejarah yang melahirkan corak produksi tersebut adalah cara yang tepat untuk menganalisis akar permasalahan. ini menyebabkan tuntutan yang menitikberatkan semata-mata dalam pengaturan hukum dan capaian hak sah tidak akan bisa menaruh keadilan yg sesungguhnya karena bahkan kesempatan untuk mengakses keadilan melalui hukum pun tersedia secara tidak proporsional bagi setiap perempuan berdasarkan basis ras, gender, kelas, dan lain-lain. Oleh karena itu, menjadikan hukum sebagai solusi utama dan final adalah keliru.

B. Pembahasan

Kategori kekerasan seksual telah mengalami banyak perubahan. Definisi kekerasan seksual terus berkembang sepanjang sejarah. Perkembangan definisi kekerasan seksual dalam hukum memberi banyak peluang korban untuk menikmati hak-haknya. Dan perlu diingat bahawa perlindungan hukum juga merupakan salah satu capaian dari pergerakan perempuan. Berbagai gerakan Feminisme lahir yang dimulai pada abad 16 M untuk mendapatkan kesetaraan dan persaamaan derajat dan bahwa terjadi penderitaan yang diakibatkan oleh dominasi dan eksploitasi yang tidak adil dari sistem termasuk yang dialami laki-laki (Kaum Proletar). Banyak wilayah yang mampu mencapai reformasi hukum, namun kasus kekerasan seksual masih mengkhawatirkan (Wahid, 2013)

Kenyataannya bukan pada lemah atau tidak adanya hukum yang dapat mengatur tentang kesetaraan gender. Kekerasan seksual hanyalah sebagian kecil isu dari sistem yang lebih kompleks. Ada tiga landasan utama yang membuatnya tetap eksis sampai sekarang. Pertama, pembagian kerja produktif dan kerja reproduktif  berbasis gender melanggengkan ketimpangan. Kerja reproduktif mendukung dan memberikan layanan kepada pekerja untuk tetep melakukan kerja produktif saat ini maupun masa depan seperti merawat anak, menyiapkan makanan, merawat orang sakit, membersihkan, mencuci, mengatur keuangan keluarga. Faktanya kerja reproduktif merupakan basis dari kerja produktif yang walaupu tidak dibayar. Perempuan dewasa, ibu dan anak bertanggung jawab atas pekerjaan ini. Gagasan bahwa perempuan memiliki kapasitas atau kecenderungan alami untuk melakukan pekerjaan merawat, sementara laki-laki dengan gagah berani memenuhi tanggungan mereka yang rentan. Ini, bersama dengan banyak cara lain di mana persfektif gender dipaksakan dan diperkuat, secara kuat membentuk sikap, aspirasi, citra diri dan perilaku orang yang hidup dalam masyarakat kapitalis. Kombinasi dari pengalaman hidup dan beberapa bentuk pengaturan keluarga, dan penguatan yang konsisten secara material dan ideologis disetiap bidang kehidupan, membentuk latar belakang dimana setiap orang  membetuk sikap tantang perang, karakteristik dan kemampuan pria dan wanita. Akibatnya, hampir tidak mengherankan sikap yang berlaku cenderung mencerminkan kenyataan ini dan dengan demikian umumnya eksis (O'Shea, 2015)

Kedua, sistem kapitalis menciptakan alienasi dan menormalkan dominasi dan hierarki. Dalam sistem yang didominasi oleh pasar dan keuntungan, keterasingan menimbulkan teka-teki ketidakmampuan dan kepasrahan terhadap fragmentasi diri dari produksi, serta  hierarki yang diterima sebagai bawaannya. Ini membangun persepsi publik untuk membenarkan sistem yang memungkinkan seseorang dengan "hak" untuk memperlakukan orang dari peringkat yang lebih rendah sebagai objek. Dengan demikian, hierarki dan dominasi dipandang sebagai  interaksi alami manusia dalam hubungan kekuasaan yang dibentuk oleh sistem. Orang-orang yang rentan (termasuk perempuan) telah mengurangi hak dan pilihan yang digunakan sebagai target dominasi dan sebagai tempat berkembangnya keterasingan. Upaya menguasai orang-orang yang berada di bawah kendalinya dipandang sebagai bentuk pemeliharaan norma dan ketertiban guna menciptakan keteraturan.

Ketiga, dalam sistem produksi berbasis profit, wacana perempuan,  citra diri, seksualitas dan pornografi tidak lagi dapat dipisahkan dari sistem. Menjadikannya sebagai sebuah komoditi yang dapat dijual. Tubuh sendiri telah menjadi komoditi dan metakomoditi yang digunakan kapitalisme untuk menjual komoditi lainya dengan potensi tubuh perempuan secara fisik. Lebih jauh lagi, harus daikui bahwa orientasi ekonomi kini kian bergeser atau bahkan telah berada ditengah pusaran libido. Hal ini merupakan konstruksi dimensi ekonomi, politik, hasrat dimana potensi libido menjadi ajang eksploitasi ekonomi melalui serangkian proses, bagaimana libido itu disalurkan, dibuat bergairah, atau dijinakkan dan dikendalikan berbagai bentuk hubungan sosial yang menyertai produksi komoditi. Ekonomi politik menjelaskan dimana tubuh dan  citra tubuh perempuan menjadi sasaran strategi politik eksplorasi hasrat perempuan , didalam relasi psikis yang dibentuk kapitalisme (Mohammad, 2015).

C. Kesimpulan

Hal yang perlu dipahami dari maraknya kasus kekerasan seksual adalah bahwa kejahatan ini bukan merupakan persoalan yang diakibatkan oleh gangguan atas ketertiban pada umumnya atau ketiadaan hukum yang memadai untuk memberikan efek jera kepada tersangka atau untuk melindungi korban. Kekerasan seksual adalah persoalan sistematik yang tertancap kuat di dalam tatanan sosial yang dikondisikan oleh bagaimana sistem bekerja, sistem yang selalu menempatkan kita kedalam kelas-kelas sosial tertentu, dengan demikian perlu dipahami sebagai bagian dari keseluruhan totalitas organik secara lebih kompleks.

Penyelesaian kasus kekerasan seksual perlu ada wacana dan gerakan massa yang progresif untuk menuntut perubahan sistem masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut hanya dapat direalisasikan dengan melakukan analisis struktural yang konkrit terhadap setiap permasalahan pada realitas. Karena mustahil melakukan langkah yang solutif ketika kita tidak selesai pembacaan realitas secara komprehensif. Pada prinsipnya penting untuk memutus diri dari sistem yang didasari oleh motif akumulasi kapital lalu kemudian disirkulasi terus-menerus (dalam wujud pertumbuhan ekonomi tanpa akhir). Pemutusan ini merupakan langkah yang perlu guna terciptanya tatanan sosial baru. Di titik inilah, cita-cita kesetaraan gender harus berpaut dengan cita-cita sosialisme dalam menentang kapitalisme! Hal ini bukan lagi utopis. Sebab, setiap makhluk hidup pada hakikatnya ingin setara dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban dan, saat ini, dunia bergantung pada kelas pekerja yang secara material bekerja menghasilkan barang-barang kebutuhan hidup.



DAFTAR PUSTAKA


KOMNAS Perempuan. (2021). Perempuan Dalam Himpitan Pandemi: Lonjakan Kekerasan Seksual,Kekerasan Siber, Perkawinan Anak,Dan Keterbatasan Penanganandi Tengah Covid-19. Jakarta pusat: Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Dipetik mei 11, 2022, dari https://komnasperempuan.go.id/catatan-tahunan-detail/catahu-2021-perempuan-dalam-himpitan-pandemi-lonjakan-kekerasan-seksual-kekerasan-siber-perkawinan-anak-dan-keterbatasan-penanganan-di-tengah-covid-19

Mohammad, N. (2015). Perempuan : Tubuh,citr diri, seksualitasdan pornografi dalam genggaman ekonomi politik kapitalisme.

Nurhadi (2022). Kilas Balik 10 Tahun Perjalanan UU TPKS.

O'Shea, L. (2015). Marxisme dan pembebasan perempuan.

Wahid, A. (2013). Gerakan Feminisme; Sejarah, Perkembangan serta Corak Pemikirannya.



















Periode 2022

Start Work With Me