Apa itu sasi ?
Sasi merupakan bentuk aturan pengelolan sumberdaya alam berbasis masyarakat yang telah dilakukan oleh masyarakat pedesaan di Maluku. Sasi merupakan kearifan tradisional yang hadir dalam sosok peraturan adat yang mempertahankan nilai-nilai lama dalam menjaga lingkungan yang sudah berkembang sejak abad XVII. Istilah sasi berasal dari kata sanksi (witness) mengandung pengertian tentang larangan pemanfaatan sumberdaya alam tertentu tanpa izin dalam jangka waktu tertentu, yang secara ekonomis bermanfaat bagi masyarakat .
Sementara itu,“makna Sasi menurut Kizya dalam Judge dan Nurizka, diartikan sebagai larangan untuk mengambil hasil sumberdaya alam tertentu sebagai upaya pelestarian demi menjaga mutu dan populasi sumberdaya alam. Pada hakekatnya sasi”“merupakan upaya untuk memelihara tata-krama hidup bermasyarakat, termasuk upaya ke arah pemerataan pembagian atau pendapatan dari hasil sumberdaya alam.
Sejarah adat sasi
Sejarah Adat Sasi Asal mula sasi yaitu ketika negeri-negeri masih berada di gunung-gunung (negeri lama) orang-orang yang tinggal di negeri tersebut belum bisa membedakan sasi. Bagi mereka sasi itu wajib dan merupakan hukum. Namun ketika penduduk mulai berkembang semakin banyak mereka turun ke daerah pantai dan menetap di sana, maka pikiran yang tersusun yang selama ini ada mulai dipilih pilih sesuai dengan perkembangan dan tingkat kepercayaan. Sasi mulai dibagi-bagi yaitu sasi yang berkaitan dengan kepercayaan disebut sasi keepercayaan dan sasi yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan anak negeri atau sasi negeri. Pelaksanaan tutup sasi negeri dilakukan suatu upacara adat khusus yang harus dilaksanakan oleh semua anak negeri demikian pula dengan saat buka sasi. Adapun sasi itu sendiri menurut sejarahnya telah ada sejak masa dahulu kala dan terus dipertahankan hingga kini oleh generasi ke generasi. Diketahui bahwa hukum sasi dengan beberapa perbedaan bentuk pada beberapa tempat, diterapkan juga pada pulau Buru, Seram, Ambon, Lease, pulau Watubela, kepulauan Kei dan Aru, kepulauan di Barat Daya Maluku dan kepulauan Maluku Tenggara bahkan dipulau Halmahera. Dengan demikian daerah berlakunya hukum sasi terdapat dipulau Halmahera (di Utara) sampai ke daerah Wila (di Seatan) dan pulau Buru (di Barat) sampai kepulauan Aru (di Timur) dari Maluku. Ketika pemerintah Republik Indonesia menerapkan undang-undang nomor 5 tahun 1979 maka sistem pemerintahan baru ini mendorong bahkan merubah tatanan kehidupan sosial masyarakat di Maluku Tengah. 1 (satu) diantaranya lembaga sasi. Sasi yang selama ini dipakai sebagai pengandali wujud kehidupan sosial masyarakat yang didukung dengan berbagai perangkatnya seperti raja, kepala kewang, tuan tanah, dan anak kewang tidak lagi berperan. Unsur-unsur pengendali sosial mulai terbuka membuat orang bertindak dengan hanya melihat kepentingan sendiri yang kadang-kadang berdampak negatif bagi kelangsungan kehidupan hak-hak kolektif masyarakat. Untuk mengatasi hal-hal yang de mikian orang mulai mencari pola baru yaitu membuat sasi dengan cara pengawasannya melalui gereja. Kemudian dikenal dengan nama sasi gereja. Pengaruh sasi gereja kenyataannya lebih kuat daripada sasi negeri atau sasi adat. Syukurlah dengan adanya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah maka masyarakat daerah Maluku Tengah dapat kembali memperbaiki pola-pola kehidupan budaya lokal sesuai dengan tuntutan dan situasi kondisi masyarakat sekarang ini.
Peranan sasi
Peranan Sasi adalah sebagai wadah pengamanan terhadap sumber daya alam dan lingkungan serta mendidik dan membentuk sikap dan perilaku masyarakat yang merupakan suatu upaya untuk memelihara tata krama hidup bermasyarakat termasuk upaya pemerataan dan pembagian pendapatan dari sumber daya alam kepada seluruh masyarakat atau warga masyarakat setempat. Oleh karena sasi mempunyai peranan sebagai nilai budaya masyarakat, maka perlu terjaga kelestariannya Dengan kata lain, sumber daya alam hayati dan nabati perlu di lestarikan dalam suatu periode tertentu untuk memulihkan pertumbuhan dan perkembangan demi tercapainya hasil yang memuaskan , Dalam menjaga kelestarian lingkungan yang saat ini banyak terjadi kerusakan lingkungan akibat perbuatan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Adat sasi dapat berperan untuk mencegahnya. Sasi merupakan perpaduan antara Adat dan agama serta sasi juga adalah suatu adat Yang sakral. Hal ini dapat dilihat pada saat pelaksanaan sasi yang selalu diawali dengan doa-doa, Juga diberlakukan sanksi bagi yang melanggar larangan sasi.
Hukum adat sasi
Hukum sasi terbagi atas dua macam, yaitu Hukum sasi adat dan hukum sasi denda. Yang di Maksud dengan hukum sasi adat adalah perbuatan Yang dapat di pidana, sedangkan hukum sasi denda Adalah sejumlah peraturan yang mengandung cara-Cara kewang mempergunakannya, dalam hal ini Kewenangannya untuk menerapkan pidana .
Sasi dapat dikatakan memiliki nilai hukum, sebab memiliki norma atau aturan yang berhubungan dengan cara, kebiasaan, tata kelakuan, dan adat yang didalamnya memuat unsur etika dan norma. Nilai-nilai hukum yang substansial dalam sistem sasi sebagai inti dari hukum adat tersebut sebagai berikut:
a. Penggunaan hak seseorang secara tepat menurut waktu yang ditentukan.
b. Mencegah timbulnya sengketa antara sesama penduduk negeri.
c. Pemeliharaan dan pelestarian alam lingkungan (laut/darat) demi peningkatan kesejahteraan bersama.
d. Kewajiban untuk memanjakan hasil laut dan darat
e. Mengurangi kemungkinan timbulnya kejahatan yang diibuat berupa pencurian.
Sumber :
Hakim, Z., & Nurizka, M. (2008). Peranan Hukum Adat Sasi Laut Dalam Melindungi Kelestarian Lingkungan di Desa Eti Kecamatan Seram Barat Kabupaten Seram Bagian Barat. Lex Jurnalica , 6 (1), 18037.
Mossy, J. R. L. (2020). Tradisi sasi dan keberlanjutan ekonomi lokal perspektif etika lingkungan Yusuf al Qardhawi pada Desa Morella Kecamatan Leihitu Kabupaten Maluku Tengah (Doctoral dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya)